Homeschooling dan Makanan (Sebuah Analogi)

Unknown | Friday, May 24, 2013 |
Bismillaah

Setelah kemarin, aku menulis tentang apa itu homeschooling dengan berapi-api (baca ini), kali ini aku mau cerita tentang homeschooling (lagi) dengan lebih santai. Dan biar tidak terkesan terlalu serius dan keliatan keren #ehem#, aku mau pake analogi. Dari Kamus Bahasa Indonesia Online, analagi bisa diartikan sebagai persamaan atau persesuaian antara dua benda atau hal yg berlainan. Jadi, apa sih persamaan atau persesuaian antara homeschooling dan makanan?

Pendidikan itu bagian dari kebutuhan kita, layaknya kebutuhan kita akan makanan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Setiap pribadi berusaha memenuhi kebutuhannya masing-masing. Sebagaimana setiap pribadi tercipta berbeda satu sama lain, berbedalah juga cara setiap pribadi memenuhi kebutuhannya tersebut, dilatarbelakangi perbedaan selera, lingkungan tempat tinggal, kultur dan kebiasaan.

Bagi yang senang dan jago memasak, memasak adalah cara utama untuk memenuhi kebutuhan akan pangannya. Bagi yang tidak terlalu suka, tidak terlalu pinter atau tidak sempat memasak, ada berbagai alternatif yang bisa dipilih, apakah memperkerjakan seorang juru masak di rumah, membeli lauknya saja di warung atau restoran yang sesuai selera, atau sama sekali menyerahkan urusan makanan ini kepada ahlinya dengan cara berkatering. Apapun caranya: memasak, memiliki juru masak, membeli lauk ataupun berkatering ria, tujuannya tetap satu: MEMENUHI KEBUTUHAN akan makanan tersebut. TIDAK ADA YANG SALAH dengan caranya, semua cara sah-sah saja.

Bagi yang memasak, juga bebas untuk memilih supplai bahan makanannya dari mana: dari warung, dari pasar tradisional, dari supermarket terkenal atau dari mbok sayur yang lewat depan rumah. Bahkan jika supplainya diasup oleh kebun sendiri, juga tetap sah. Yang penting tujuannya tercapai: memenuhi kebutuhan. Yang memilih juru masak juga begitu. Mau pilih juru masaknya dari suku apa, mau berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, tinggi atau rendah perawakannya, yang penting masakannya pas selera, yang lagi-lagi tujuannya satu: memenuhi kebutuhan. Begitu juga dengan pilihan yang lainnya: beli lauk saja atau berkatering. Tidak ada yang salah dengan pilihan tersebut. Yang jadi salah, kemudian adalah: sudah jelas tidak dipasok sendiri kebutuhannya, trus ngaku-ngaku.

Untuk kasus homeschooling, itulah yang sering terjadi. Kalo dianalogikan, homeschooling itu seperti memasok kebutuhan pendidikan anak dengan cara 'memasak', mengolah sendiri di rumah. Mau pake juru masak, mau supplainya dari A, B, C, boleh-boleh saja. Mau sesekali pake beli 'lauk' di Toko A, B, C, tetap sah-sah saja. Yang jadi berabe adalah, ketika jelas-jelas kebutuhan itu dipasok keseluruhan ala 'katering', trus penyedia katering pendidikan ini ngaku-ngaku penyedia katering homeschooling. Ini jelas salah kaprah. Yang namanya homeschooling, semua tanggung jawab, semua biaya dianggarkan oleh keluarga. Kalo lagi sempat ya 'masak sendiri' alias materi dibuat sendiri, atau ada yang beli materi, atau minta tolong seseorang untuk 'memasakkan' sesuatu. Semua menunya, dicek ricek lagi oleh keluarga. Seluruh anggarannya disesuaikan lagi dengan bujet belanja keluarga setiap harinya, yang bisa bervariasi setiap hari. Tapi jika sudah memilih katering, jelas materi dan biayanya ditentukan oleh pihak penyedia, dan jelas disebut tidak memasak sendiri. Jika proses pemenuhan kebutuhan pendidikan anak sudah disupplai oleh pihak penyedia, itu bukan homeschooling lagi. Karena seluruh materi dan biayanya sudah bukan lagi ditentukan oleh pengguna jasa. Sekali lagi, tidak ada yang salah dengan cara pemenuhannya. Yang salah itu, mengaku-ngaku homeschooling tetapi tidak homeschooling, mengaku homeschooling, padahal jelas-jelas pake jasa penyedia pendidikan.

Tidak ada yang salah juga dengan adanya penyedia jasa pendidikan tersebut. Kita, masyarakat tetap butuh mereka. Tapi buat penyedia jasa seperti ini, coba deh, namanya jangan homeschooling. Kan jelas-jelas itu sudah menyesatkan, sudah salah menempatkan istilah.

Apapun caranya, kan yang penting kebutuhannya terpenuhi. Kalo memang dengan sekolah, apapun bentuknya, mau sekolah negeri, swasta ataupun privat maupun flexi school sekalipun, selama kebutuhan pendidikan terpenuhi. Tapi sekolah ya tetap sekolah, homeschooling tetap homeschooling, tidak mungkin bertukar. Sama tidak mungkinnya rendang tiba-tiba bertukar jadi tempe bacem. Tapi sekali lagi, tidak ada yang salah. Mau sekolah boleh, mau homeschooling boleh. Yang gak boleh itu, yang jelas-jelas sekolah, ngaku-ngaku homeschooling, yang jelas-jelas homeschooling trus ngaku-ngaku sekolah. Bingung kan? Aku aja bingung, plus laper niii, gara-gara bahas makanan.

Tentukan pilihan, mau homeschooling atau sekolah. Jangan campur-campur, karena ibarat air dengan minyak yang gak bisa tercampur, begitu jugalah hakikat homeschooling dan sekolah. Tidak ada yang salah dengan kedua pilihan tersebut. Yang penting kebutuhan anak akan pendidikan terbaik terpenuhi, titik gak pake koma gak pake tapi.

No comments:

Post a Comment